Khasiat : Analgesik dan antipiretik
Efek Samping : Reaksi alergi terhadap derivat p-amino fenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eriferm atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Penggunaan semua jenis analgesic dosis besar menahun , terutama dalam kombinasi dapat menyebabkan nefropatianalgesik. Dosis toksis yang paling serius ialah nekrosis hati. Nekrosis tubulus renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kgBB) parasetamol.
[Farmakologi dan Terapi ed. 3, hal. 190-191]
Farmakodinamik : Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa. [Farmakologi dan Terapi ed. 5, hal. 238]
Farmakokinetik : Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selian itu, obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi dan menimbulkan methamoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresikan melalui ginjal sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. [Farmakologi dan Terapi ed. 5, hal.238]
Indikasi : Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai oral analgesik dan antipiretik telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik lainnya, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropatik analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Karena hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol sering digabung dengan AINS untuk efek analgesik.
[Farmakologi dan Terapi ed. 5, hal. 238]
Karakteristik Fisika :
- Kelarutan :
Dalam air = 1 : 70
Air panas = 1 : 20
Alcohol = 1 : 7
Aseton = 1 : 13
Gliserin = 1 : 40
Propilenglikol = 1 : 9
Kloroform = hampir tidak larut
Eter = praktis tidak larut
Larutan alkali hidroksida = larut
[Martindale 28th ed.]
- Stabil pada suhu dibawah 40oC, lebih baik 15o-35 oC. Jadi, relatif tidak tahan pemanasan. [AHFS Drug Information,2103]
- Titik lebur = 168o – 172oC
- Bobot jenis = 1,293 [Merck Indeks]
- Pemerian = Serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit
Higroskopisitas = menyerap uap air dalam jumlah yang tidak signifikan pada 25 oC dengan kelembaban relatif mencapai ± 90%. [Pharm. Codex 12th ed., p. 989]
Karakteristik Kimia :
- Paracetamol sangat stabil dalam bentuk larutan. t ½ dalam larutan buffer pada pH 6 = 21,8 tahun. Degradasi di katalisis oleh asam dan basa. t ½ sebesar 2,28 tahun pada pH 9. Hasil degradasi berupa p-aminofenol dan asam asetat. [Martindale 28th ed., p.268]
- pKa = 9,5 (25 oC)
[Pharm. Codex 12th ed., p. 988]
- Parasetamol relatif stabil terhadap oksidasi. [Pharm. Codex 12th ed., p. 989]
- pH larutan jenuh parasetamol memiliki pH 5,1-6,5. [Martindale 28th ed., p.268]
- Tidak stabil terhadap cahaya. [Pharm. Codex 12th ed., p. 988]
Credit : http://blogkesehatan.net